Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaturan. 
Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formil berupa 
peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu 
merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga Negara 
atau pejabat yang berwenang, dan mengikat hukum.
Undang-undang No.19 (Hak Cipta)
KETENTUAN UMUM
Berdasarkan UU No. 19 ketentuan umum mengenai hak cipta secara garis besar yaitu:
Hak cipta merupakan hak ekslufif bagi para pencipta untuk mengumumkan
 atau memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin dengan tidak 
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan 
yang berlaku (UU No. 19 Pasal 1 Ayat 1).
Dimana pencipta disini adalah seorang atau beberapa orang yang 
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan imajinasi, keterampilan 
atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat 
pribadi. Sedangkan Ciptaan disini artinya adalah hasil setiap karya yang
 dihasilkan berdasarkan kemampuan-kemampuan tersebut. Ciptaan disini 
dapat dilakukan penyebaran menggunakan alat apa pun, termasuk media 
internet atau melakukan dengan cara apa pun, sehingga ciptaan tersebut 
dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.
Hak cipta selain diberikan kepada si pemilik hak cipta dapat pula 
pihak lain mendapatkan hak tersebut dengan diberikannya hak tersebut 
dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak
 yang menerima hak tersebut.
Untuk mendapatkan hak cipta, pencipta dapat melakukan permohonan 
pendaftaran ciptaan yang diajukan kepada Direktorat Jenderal. Setelah 
mendapatkan hak cipta tersebut, pencipta dapat menggunakan Lisensi, 
yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain 
untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptannya dengan persyaratan 
tertentu.
LINGKUP HAK CIPTA
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pencipta dan atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan 
program computer memiliki hak untuk memeberikan izin atau melarang orang
 lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk 
kepentingan yang bersifat komersial (UU No. 19 Pasal 2 Ayat 2).
Menurut Pasal 3 Ayat 3, hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian dengan ketentuan:
- Pewarisan
 - Hibah
 - Wasiat
 - Perjanjian tertulis
 - Sebab-sebab lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
 
Pencipta
Yang dianggap sebagai Pencipta menurut UU No. 19 Pasal 5 Ayat 1 adalah:
- Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal.
 - Orang yang namanya disebut dalam ciptaan dan diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaannya.
 
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah 
dan benda budaya nasional lainnya. Jika suatu ciptaan tidak diketahui 
penciptanya dan ciptaan tersebut belum diterbitkan, maka Negara memegang
 hak cipta atas ciptaan tersebut.
PERLINDUNGAN HAK CIPTA
Berdasarkan undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan 
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup:
- Buku, program computer, dan semua hasil karya tulis.
 - Ceramah, kuliah, pidato.
 - Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
 - Lagu atau music dengan atau tanpa teks.
 - Drama atau drama musical, tari
 - Seni rupa, seperti seni lukis, seni kaligrafi, seni ukir, seni patung, seni pahat.
 - Arsitektur.
 - Seni batik
 - Fotografi
 
10. Sinematografi
- Terjemahan, tafsir dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
 
Tidak ada Hak cipta atas:
- Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
 - Peraturan perundang-undangan
 - Pidato kenegaraan
 - Putusan pengadilan
 - Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenisnya.
 
PEMBATASAN HAK CIPTA
Menurut Undang-undnag yang berlaku di Indonesia, beberapa hal yang 
dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14-18). Pemakaian ciptaan 
tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumberny 
dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan 
yang bersifat nonkomersial termasuk kegiatan social, pendidikan, 
penelitian dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan dari 
penciptanya.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah 
Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak
 ciptaan demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 
18), ataupun melarang penyebaran ciptaan yang apabila diumukan dapat 
merendahkan nilai-nilai keagaman ataupun menimbulkan masalah kesukuan 
atau ras(pasal 17).
Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa 
penggunaan atau perbanyakan lambing Negara dan lagu kebangsaan menurut 
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta.
PROSES PENDAFTARAN HAKI
 Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan 
suatu keharusan bagi pencipta. Sesuai yang diatur pada bab IV 
Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh 
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang kini 
berada di bawah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta dapat 
mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. 
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 
ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat 
diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI.
Undang-undang No.36 (Telekomunikasi)
Asas dan Tujuan Telekomunikasi
Menurut UU No. 36 pasal 2 telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan 
asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, ekmitraan, 
etika dan kepercayaan pada diri sendiri.
Dan telekomunikasi diselenggarakan dengan tujaun untuk mendukung 
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
 rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan
 pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan Komunikasi
Menurut UU No. 36 Pasal 7 penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
- Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
 - Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Dalam menyelenggarakan jasa 
telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi 
milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dapat dilakukan oleh badan 
hukum yang didirikan, yaitu:
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
 - Badan Usaha Mili Daerah (BUMD)
 - Badan usaha swasta
 - Koperasi
 - Penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Dapat menyelenggarakan 
telekomunikasi untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan 
Negara, dan keperluan penyiaran. Dimana hal ini dapat dilakukan oleh:
- Perseorangan
 - Instansi pemerintah
 - Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
 
 
 
Dimana dalam penyelenggaraannya, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Melindungi kepentingan dan keamanan Negara
 - Mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global
 - Dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan
 - Peran serta masyarakat.
 
Penyidikan
Berdasarkan UU No. 36 Pasal 44 Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai penyidik di bidang telekomunikasi berwenang:
- Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
 - Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi
 - Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
 - Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka
 - Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi
 - Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi
 - Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi
 - Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi, dan
 - Mengadakan penghentian penyidikan.
 
SANKSI ADMINISTRASI dan KETENTUAN PIDANA
Berdasarkan Pasal 45 barang siapa melanggar ketentuan ketentuan Pasal
 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), 
Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat 
(1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) 
dikenai sanksi administrasi, yaitu berupa pencabutan izin yang dilakukan
 setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan pidana yang terdapat pada Undang-undang ini memilik 12 
ketentuan berdasarkan pidana yang dilakukan serta denda yang didapat, 
yaitu:
- Tidak mendapatkan izin dalam penyelenggaraan telekomunikasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau dennda paling banyak Rp 600.000.000,00
 - Penyelenggara jaringan telekomunikasi tidak menjamin kebebasan pengguna memilih jaringan telekomunikasi maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
 - Penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran dan penyampaian informasi penting maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
 - Setiap orang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau manipulasi maka dpidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00
 - Penyelenggaraan telekomunikasi menyambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya dan tidak menyambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00
 - Memperdagangkan, membuat, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
 - Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasl 33 ayat 1 atau pasal 33 ayat 2 maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00. Tetapi apabila tindak pidana mengakibatkan matinya seseorang maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
 - Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
 - Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
 
10. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
- Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
 
12. Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak 
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau 
Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan 
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
(Peraturan Bank Indonesia tentang Internet Banking)
Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting 
dari hamper seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan dalam dunia perbankan 
hamper seluruh proses penyelenggaraan system pembayaran dilakukan secara
 elektronik.
Perkembangan teknologi informasi ini telah memaksa pelaku usaha 
mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai unsur 
utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic 
transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah satu 
bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan
 transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi.
Internet Banking (e-banking) adalah salah satu pelayanan jasa bank 
yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan 
komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. 
Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas 
keberadaannya dalam suatu wilayah hokum. Bank Indonesia tidak 
memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hokum.
 E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan 
perbankan, sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan 
seperti layaknya bank konvensional.
Penyelenggaraan e-banking sangat dipengaruhi oleh perkembangan 
teknologi informasi, dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya 
transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain 
membuatnya semakin beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan 
penyelenggaraan kegiatan e-banking adalah internet fraud atau penipuan 
melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau 
nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang
 yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau 
seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. 
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh e-banking antara lain:
- Informational Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
 - Communicative Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interkasi dengan bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
 - Transactional Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi.
 
Oleh karena itu, perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking 
seperti melalui standarisasi pembuatan aplikasi e-banking, adanya 
panduan bila terjadi fraud dalam e-banking dan pemberian informasi yang 
jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:
- Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
 - Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
 - Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
 - Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
 - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
 
Payung hukum setingkat undang-undang yang khusus mengatur tentang 
kegiatan di dunia maya hingga saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal
 ini terjadi tindak pidana kejahatan dunia maya, untuk penegakan 
hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni 
mengenai pemalsuan surat, pencurian, penggelapan, penipuan, penadahan, 
serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang tindak pidanan
 pencucian uang dan Undang-undang tentang merek.
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir 
kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus operasi terus berkembang. 
Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala 
antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti 
elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding 
dengan kerugian yang diderita oleh si korban.
Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang 
Informasu dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang 
Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi factor penting
 dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan 
deterrent effect  kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir 
jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya 
adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat 
penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.
0 komentar:
Posting Komentar